Jumat, 30 Agustus 2013

Dilema Perpustakaan Sekolah



Dilema Perpustakaan Sekolah

Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Aplikasi dari tujuan tersebut di sekolah diterapkan dalam berbagai visi dan misi yang ada. Antara satu sekolah dengan sekolah lain tidaklah sama, namun memiliki tujuan akhir yang sama. Salah satu sarana prasarana  yang ada dalam mewujudkan tujuan tersebut adalah perpustakaan sekolah.
Sebelum adanya UU Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, profesi pustakawan sekolah dianggap sebagai profesi bagi guru buangan. Artinya guru yang kinerjanya kurang bagus, atau guru yang jumlah jam mengajarnya sangat sedikit. Akibatnya menjadi stigma bahwa kalau guru yang berprofesi sebagai pustakawan adalah guru yang “trouble maker” atau biang kerok di sekolah. Realita ini membawa dampak bagi maju dan tidaknya perpustakaan sekolah tersebut. Sebab yang mengelola perpustakaan adalah para guru yang tidak memiliki pendidikan pustakawan, serta yang kurang kompeten dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru. Dampaknya siswa menjadi enggan untuk datang ke perpustakaan, karena suasana yang kurang yang nyaman, koleksi yang tidak diperbaharui, dsb. Bahkan ada yang menganggap perpustakaan sekolah sebagai gudang buku.
Namun dengan lahirnya UU Nomor 43 tahun 2007 memberikan jaminan bahwa profesi pustakawan adalah profesi yang mulia, yang sebenarnya tidak boleh sembarang orang memegangnya. Ditambah ke depan perpustakaan sekolah harus memiliki standar yang ditetapkan sesuai dengan Bab III pasal 11 UU No.43 tahun 2007, yaitu :
  1. Standar koleksi
  2. Standar sarana prasarana
  3. Standar pelayanan
  4. Standar tenaga perpustakaan
  5. Standar penyelenggaraan dan
  6. Standar pengelolaan
Dengan dipenuhi semua kriteria di atas, diharapkan minat siswa dan guru untuk berkunjung, membaca dan meminjam koleksi perpustakaan semakin tinggi. Yang akibatnya pengetahuan dan wawasan siswa ataupun guru akan bertambah.
Agar perpustakaan sekolah bisa menjalankan aktifitasnya maka, sekolah ataupun madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan (Bab VII pasal 23 ayat 6). Tapi dalam realita sehari-hari tidak/belum semua sekolah menerapkan apa yang ada dalam UU tersebut. Tidak sedikit perpustakaan sekolah yang hidup segan mati pun tak mau. Ruangan yang jauh dari standar, anggaran yang sangat terbatas, kemampuan pengelola yang minim pengetahuannya. Sementara tidak ada sangsi apapun dari  pemerintah ataupun dinas yang berwenang bagi sekolah yang belum menerapkan UU 43 tahun 2007 tersebut. Sekolah masih  sibuk dengan anggaran untuk pengembangan IT, sekolah berstandar nasional, standar internasional. Padahal untuk menjadi sekolah yang bertandar nasional/internasional salah satunya memiliki perpustakaan sekolah yang standar, yaitu sesuai dengan UU No.43 tahun 2007.

http://kusdiyono.wordpress.com/2009/10/23/dilema-perpustaakan-sekolah/

Minggu, 04 Agustus 2013

HOLIDAY AT PERAWANG CITY

HOLIDAY AGAIN...!

I STAY HERE AT PERAWANG. AT MY SISTER HOME.. I'M HAPPY NOW.

LAST AFTERNOON I I GO TO THE MARKET WITH MY BROTHER..

 THIS NAME IS AAN ( PARLENTE)

OK ..!

SEE YOU NEXT TIME..BYE

Rabu, 26 Oktober 2011

pagi yg dingin untuk kota padang panjang....(27/10/2011)..mendung ne guys...

puluhan anak sibuk dengan dunia nya bermain dihalaman sekolah...

akh....senang nya bisa dapat melihat, mendengar dan berbaur dengan mereka di pagi ini...
keep smile...

 menciptakan karakter bangsa :

budaya bersalaman.. 
bersalaman dilakukan setiap pagi oleh peserta didik dengan semua guru dan karyawan yg dijumpai..dan sebaliknya

Selasa, 25 Oktober 2011

azura: perpustakaan sebagai sumber belajar

azura: perpustakaan sebagai sumber belajar: Perkembangan perpustakaan di tingkat sekolah dasar sungguh masih memprihatinkan, ini terbukti dengan : 1.koleksi perpustakaan terutama ...